Morning muggles! :)
Hehe. Honestly, I'm not too interested to newspaper. But I must, if my story has been published there :)
Ya, saya gak begitu suka baca koran saudara-saudara. Soalnya berita atau tulisan yang muncul di sana, kebanyakan kriminalitas atau politik —well, I hate politics— yang seringkali membuat sakit hati. Minimal miris lah.
So, saya suka baca yang ringan dan bisa bikin senang aja. Komik, novel, ebook, juga blog-blog!
Tapi ya, kalau tulisan saya dimuat, saya terpaksa baca koran juga. [Belagu banget Lo, Aul..!] *peace
Masih di koran kesayangan saya, Harian Singgaang terbit dan beredar di Sumatera Barat.
Thanks's so much, Singgalang!
Pose baca koran. ckckck...
This is it! Yogie And The Shiny Land by AuL :)
Mau baca...? Mau baca...?
Hehe... Oke!
So. Ready for my latest Story...?
-----Yogie Series - Part #1 Bingung! -----
Yogie terbangun.
Cahaya matahari menyilau, membuatnya mengerjapkan mata. Sekali-dua kali-tiga
kali. Dan apa yang ia lihat di hadapannya tak bisa ia percaya. Ia coba mencubit
pipinya. Sekali-dua kali-tiga kali. Hingga pipinya memerah. Dan yang ia lihat
di hadapannya belum juga hilang.
Ini
bukan kamarnya! Kamarnya hanyalah sebuah ruangan kecil dengan satu tempat tidur
dan sedikit barang-barang : lemari penuh baju-baju dan celana keren,
meja belajar yang di atasnya ensiklopedia, kamus, komputer, kamera dan mini
DVD. Di kamarnya juga ada meja dengan laci penuh mainan. Ketapel, teropong,
tambang, kaca pembesar, gas tidur, kotak P3K, kotak bahan-bahan kimia dan
sebuah buku catatan. Yogie memang gemar film, game berikut pernak-pernik yang
berbau RPG atau petualangan.
Dan
yang ia lihat sekarang adalah sebuah ruangan tua yang penuh debu. Seperti
bangunan tua di zaman perang. Dinding-dindingnya terlihat begitu lapuk, penuh
retakan dan berlumut. Tidak ada benda apapun di ruangan itu selain sebuah meja
yang juga terlihat sangat rapuh dan kuno.
“Krriiiietttt…”
Terdengar
bunyi berderit – Seperti pintu yang berkarat, yang dibuka setelah ratusan tahun
– menggema di seluruh ruangan. Bulu kuduk Yogie berdiri. Di tempat yang sungguh
asing ini, siapa yang mungkin tidak asing baginya? Secara spontan ia pun
bersembunyi di belakang meja.
“Tap…
tap…”
Terdengar
suara langkah, mendekat. Sebentar hening, tak ada tanda-tanda apapun yang
terdengar. Namun akhirnya langkah-langkah itu terdengar menjauh. Menyisakan
kelegaan di dada Yogie, yang tadi sempat sesak karena debaran tak karuan.
Ya
ampun! Di mana ia sekarang? Yogie bertanya dalam hatinya, bingung. Sambil
memejamkan mata, ia mencoba mengingat, bagaimana ia bisa berada di sini. Dan
detik selanjutnya, ia terkejut. Ia tak ingat apapun selain namanya dan
kamarnya! Aduhh… ini apa-apaan?
Segera,
ia berdiri. Dengan sedikit harapan, berjalan mondar-mandir mencoba mengingat
segalanya. Segalanya! Keluarganya, rumahnya, dan... Jantung Yogie berdebar
keras. Ia ingat dua hal lagi selain namanya dan kamarnya: Ciara! Gadis
centil dan angkuh yang ia sukai! Dan ia juga ingat Hanna, sahabatnya!
Well,
kau memang tak bisa melupakan seseorang yang kau suka. Kau mungkin akan
mengingatnya sepanjang waktu. Dari bangun pagi, hingga malam hari, dalam mimpi,
hingga pagi lagi. Sayangnya, hal itu tak dibutuhkan Yogie sekarang. Ia ingin
mengingat hal-hal lain yang lebih berguna. Bagaimana bisa ia tba-tiba berada di
sini? Dan… dimana ini…?
“GRUMMPI….
GRUMPIII…!!!”
Tiba-tiba
seekor hewan melompat-lompat, masuk dari liang pintu yang sedikit terbuka.
Yogie yakin, hewan yang kini melompat-lompat kegirangan di hadapannya bukan kelinci
atau kangguru. Ini adalah hewan yang belum pernah ia lihat sebelumnya!
Hewan
yang cantik. Ukurannya tak lebih besar dari seekor kelinci. Bulunya sebiru
langit sore, kelihatan sangat lembut – seperti bulu rubah salju, atau bulu-bulu
sintesis yang dikenakan wanita-wanita kaya eropa di leher mereka – dan terang tertimpa
cahaya. Sesuatu yang menurut Yogie adalah sepasang telinga, bergelung dan melengkung
indah ke atas kepalanya. Benda berkilauan seperti berlian menghiasi dahi dan
ekornya. Hewan ini agaknya tidak memiliki kaki, karena ia melompat-lompat dan
bergerak ke sana-kemari dengan ekor spiralnya. Dan sebelum Yogie membelainya,
ia baru sadar hewan ini juga memiliki sepasang sayap kecil.
“GRUMMPI….
GRUMPIII…!!!”
Hewan
itu bersuara sambil memejamkan mata. Kelihatannya ia senang saat Yogie membelai
kepalanya. Aneh sekali hewan ini, pikir Yogie takjub. Seumur hidupnya, baru
pertama kali ia melihat makhluk seperti ini. Tentunya ini makhluk langka bukan?
“Siapa
Kamu, barraa!!”
Tiba-tiba
sebuah suara menyusul langkah-langkah kaki mendekat. Pintu terkuak dengan derit
yang memilukan. Seorang gadis muncul, menatap Yogie penuh curiga. Ia mengenakan
pakaian yang sungguh aneh – Seperti pakaian para dewi di buku-buku cerita
tentang mitologi yunani – berwarna hijau keemasan. Rambutnya dihiasi batu
zamrud yang dililit tanaman sulur. Tangannya menggenggam panah hijau tua, dan
di belakangnya melompat-lompat seekor hewan yang mirip dengan makhluk biru yang
baru saja ditemukan Yogie. Namun, yang berada bersama gadis itu berwarna coklat
muda. Seperti warna hamster.
“Aku…
aku… Yogie.”
Yogie
mengamati gadis yang berdiri tak jauh darinya. Seketika, terkejutlah ia. Gadis
itu mirip sekali dengan Hanna!
“Ha…
Hanna…??” Yogie mencoba memanggil.
Gadis
itu melepas sebuah anak panah, ke arah lengan Yogie. Untung saja, makhluk biru
yang duduk bersamanya menubruk tubuhnya ke lantai, membuat anak panah yang
tertuju padanya meleset menghantam dinding.
“Heii…!
Aku bukan orang jahaat!!” Teriak Yogie dengan nafas tersengal. Nyaris saja
lengannya terluka. Gadis di hadapannya tenyata bukan Hanna. Hanya mirip.
“Sepertinya
begitu, barra. Mustahil seekor Grumpie mendekati orang yang jahat, barra,”
Ujarnya.
“Grumpie…?”
Yogie kebingungan. “Maksudmu makhluk ini?” Yogie menunjuk makhluk biru yang
kini duduk di pangkuannya.
Gadis
itu diam saja. Ia mengamati Yogie dengan seksama. Sejenak disimpannya panah di
tangannya ke dalam sebuah keranjang yang penuh dengan buah stroberi. Dan ia
menghampiri Yogie.
“Kau
pasti bukan penghuni Shiny
Land, barra! Hanya orang
asing yang tidak tahu Grumpie, barra! Darimana kau datang, barra?”
Yogie
menunduk, “Aku tidak ingat apapun…”
Gadis
itu semakin mendekat. Ia mengulurkan telunjuknya, menyentuh kepala Yogie. “Kau
tidak bohong, barra!” Ujarnya. “Ayo, ikut aku, barra!”
“Kemana?”
“Yang
pasti kita tak bisa di sini, barra! Aku takut akan datang….”
“DHHUUAARRR!!!!”
Tiba-tiba
sebuah ledakan menghancurkan dinding di belakang gadis itu, membuatnya
terpental ke arah Yogie. Ledakan demi ledakan akhirnya datang, menghancurkan
satu demi satu dinding yang ada.
“Ada
apa ini…?” Pekik Yogie, Panik.
(Bersambung)
P.S.
Sebelumnya, mau cerita dikit nih. Jadi, pas buka email majalah online saya AOmagz Saya kaget. Ternyata ada yang ngirim cerpen!
Waah, thanks so much to Chacan Grace yang sudah rela tulisan kerennya muncul di majalah butut saya. hehe. Senangnyaaaa...!!
Begini nih, tampilannya. Judul cerpennya Chacan itu "Tetaplah bersinar". Yang mau baca langsung aja kunjungi AOmagz! saya gak post di sini. hehe :)
Buat yang lain, yang mau tulisannya dimuat di AOmagz jangan ragu-ragu!
Langsung saja kirim tulisan anda ke AOmagz@gmail.com!
Ditunggu! :)