Oktober 13, 2013

Saya Tidak Mau Mandul Lagi!

(Sekarang lagi merasa ditampar oleh tulisan sendiri. Ini tulisan saya beberapa bulan yang lalu..)



Siang kian gersang. Saya tengah duduk-duduk tampan di bawah sebuah pohon rindang di halaman kampus, memangku laptop kesayangan sambil mendengarkan lagu “Safe and sound”-nya Taylor Swift. Saya tidak sedang online di facebook atau blog seperti biasanya. Saya sedang berpikir keras, dan jemari ini sedang menempel di atas permukaan tuts keyboard yang berlapis karet protector: Saya sedang memikirkan ide untuk mulai menulis lagi.

Menulis lagi? Ya, dulunya saya sangat rajin menulis. Puluhan tulisan saya baik cerpen, cerbung, artikel, opini, press release, puisi dan sebagainya pernah dimuat di koran. Dulu, saat saya masih di kelas 3 SMA. Namun sejak awal kuliah hingga sekarang, saya boleh dibilang mandul. Kurang produktif. Tidak berhasil menulis satu cerpen atau satu artikel pun. Walaupun puisi dan artikel pendek masih lahir sekali-dua kali dari tangan ini. Walaupun saya akhirnya berhasil menyelesaikan novel pertama, yang penulisannya dicicil tiap ada kesempatan, selama lebih dari tiga tahun. Keterlaluan.

Alasannya apa lagi kalau bukan kesibukan mahasiswa. Saya menghabiskan nyaris 12 jam di kampus setiap harinya, baik saat jadwal kuliah padat merayap atau saat hanya ada satu kuliah sekalipun. Aktivitas saya bermacam-macam, mulai dari mengerjakan tugas, membuat makalah-makalah, mengurusi mading, rapat-rapat kepanitiaan atau organisasi dan sebagainya, sejak pagi hingga senja. Setiap hari kecuali minggu. Hari minggu pun seringkali ada kegiatan. Saya betul-betul merasa sibuk.

Kalau begitu bagaimana dengan hari libur? Entahlah, saya juga tidak mengerti kenapa saya tidak bisa menulis di hari libur. Ada saja kegiatan yang saya lakukan—yang lebih menyenangkan daripada menulis. Tidur seharian, atau nonton TV seharian, atau internetan seharian, atau jalan-jalan, atau yang lain-lainnya. Saya pikir saya memang sudah tidak punya waktu lagi untuk menulis. What a life.

Beberapa waktu yang lalu, di sebuah perpustakaan lama yang tak begitu dikenal orang, saya berkunjung untuk sekedar  baca-baca. Kala itu dosen yang mengajar kuliah tidak masuk, sehingga saya pikir akan sangat menyenangkan kalau saya menghabiskan waktu dengan membaca novel atau komik-komik lama di perpustakaan itu, berhubung letaknya tidak begitu jauh dari kampus. 

Dan saya menemukannya. Sebuah buku yang berisi tips-tips menulis cerpen serta novel karya seorang sastrawan lama yang mungkin tak begitu terkenal lagi sekarang. Di dalam buku itu dinyatakan bahwa waktu luang itu tidak dicari atau ditunggu, tapi diciptakan. Di dalam buku itu disebutkan bahwa menulis itu dipaksakan, bukan menunggu ada mood. Di dalam buku itu dideskripsikan bahwa menulis itu sangat mudah, seperti bercakap-cakap. Dan pikiran saya terbuka.

Saya tidak bisa terus menerus membiarkan diri ini tidak  berproduksi, karena itu berarti saya tidak ada bedanya dengan seonggok daging di pasar. Malah onggokan daging di pasar pun masih punya nilai jual. Masih bisa dibilang produktif. Sedang saya tidak.

Dimana ada kemauan di situ ada jalan. Agaknya benarlah ungkapan itu dan baru saya sadari baru-baru ini. Ternyata memang selama ini kemauan saya lah yang kurang untuk menulis. Lalu saya mengkambinghitamkan kesibukan. Keterlaluan. Namun untunglah saya sudah menyadarinya saat ini, bukan saat saya sudah punya anak atau saat rambut saya sudah menguban semua. Artinya, saya masih punya banyak kesempatan untuk memperbaiki mesin-mesin imajinasi dan mulai berproduksi lagi. Alhamdulillah. Sekarang saya sudah memulai penulisan novel ketiga dan beberapa tulisan lain seperti cerpen dan artikel di sela-selanya.

Untuk kawan-kawan yang sekarang masih merasa terlalu sibuk untuk menulis, cobalah baca ini. “Jangan bilang sibuk, kalau masih bisa nonton TV atau membalas SMS atau membuat status di facebook. Karena itu secara kongkrit berarti kita sebenarnya punya banyak sekali waktu luang. Kita lah yang kurang pandai mengoptimalkannya. Ini hanya masalah kemauan.”